“Kalau aku melanggar Sumpah ini,
biarlah keindahan dan pesona alam semesta tersembunyi dariku untuk selamanya”
Namanya
Supernova. Aku mengenalnya ketika aku berada di perjalanan dalam rangka
pencarian partikel semesta (percayalah, ini sangat melelahkan). Aku melihatnya
sedang duduk sendiri bersandar dibawah pohon elk yang sangat tinggi. mulanya
aku ragu. namun, ada suatu desakan yang memberanikan diriku untuk menemuinya
“Hai,
Namaku Supernova!” katanya dengan nada melengking yang menawan.
Supernova.
Nama yang cantik, pun juga penampilannya; gaun malam dengan warna pastel
lembut, dipadu dengan rambut panjangnya yang tergerai angin. Matanya gelap bak
langit malam, senyumnya bagai embun di pagi hari; begitu sejuk dan
menyenangkan. Namun, satu hal yang menarik perhatianku. Dia tidak memakai alas
kaki. ketika aku menanyakannya, dia hanya menjawab, “Aku ingin selalu berada di
Tanah. Kau tau, aku tidak selalu merasakan yang seperti ini”.
Kuhabiskan
Malamku berbicara dengannya tentang apapun; tentang makanan kesukaannya, tentang
selera musiknya, tentang bagaimana dia lebih memlih malam dari pada pagi,
tentang suasana tempat tinggalnya, hingga tentang Hitam dan Putih.
“Oh,
jadi kau juga mengenal Hitam dan Putih juga? dulu mereka adalah teman baikku,
namun semenjak Semesta memberi tahuku untuk tidak mendekatinya, maka aku
menghindarinya. Kau tau kan, aku tidak bisa apa-apa di depan Semesta”
Aku
mengehembuskan napas panjang. Huh, Dia lagi. Sudah cukup aku mencari
partikelnya, namun tetap saja dia menghindar terhadapku. Hei, apa yang salah
denganku? Pikirku melamun panjang. Aku benci dalam situasi seperti ini, berada
di posisi yang serba salah. Bahkan, aku belum menemui pu…..
“Hei!
Kenapa kau melamun? Jangan terlalu banyak pikiran, atau otakmu akan memakanmu,
baru kau tau rasa!” bentak Supernova membuyarkan lamunanku. lalu gelak tawa
memecah sunyi malam ini.
Sungguh
malam yang indah, sampai-sampai aku melupakan misi ke empatpuluhsembilanku. Ah
sudahlah, Mungkin sudah waktunya bagiku untuk menyudahi semua ini. namun,
bagaimana nasibku setelah ini?
“Mm…
apa ini tidak terlalu aneh, aku telah menghabiskan waktuku 4 jam berbincang
denganmu, namun kau sama sekali belum memberitahuku siapa namamu. Siapa
namamu?”
“Sebaiknya
kau tidak perlu tahu, atau Dia akan mengutukmu lagi”, Jawabku dengan ekspresi
sedatar mungkin. ini dia, pertanyaan yang paling kubenci, pertanyaan yang
selalu kuhindari untuk saat ini.
"Mengutuk?
Apa maksudmu? hei, ayolah terbuka saja kepadaku. Aku pikir kau adalah teman
yang baik, dan berbicara denganmu seperti berbicara dengan teman lamaku, kau
tau..”
Benar,
aku telah menyukainya dari dulu. Mengapa tidak kuberitahu saja? Lantas, aku
memberi tahu namaku.
Ekspresi
Supernova seketika dingin dan datar. Senyumnya lenyap, Matanya membulat
terkejut seperti dihantam halilintar secara bertubi-tubi. Tangannya tersungkur
lunglai, kakinya gemetar tak tentu arah. Lalu, dia berkata dengan mulut yang
gemetar :
“Jadi…
Jadi… Jadi kau adalah dia? Tapi… ini tidak mungkin……”
Kemudian, waktu terulang kembali.
seperti biasa, ceritamu selalu membuatku ternganga ..
BalasHapus